Selasa, 26 Juli 2016

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK PELAJARAN SOSIOLOGI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN  PROBLEM BASED LEARNING UNTUK PELAJARAN SOSIOLOGI  

Kami Membantu Anda Menyusun PTK Lengkap dan Murah dengan Harga 300ribu/PTK, Ambil 2/3 PTK Akan Mendapat Harga Lebih Murah.
Hub Kami di 081222940294
WA : 081222940294
BBM: 5AA33306 
Untuk Melihat Katalog Judul PTK IPS Yang Kami Sediakan Silahkan klik Disini

  

A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kurikulum yang dipergunakan pada sistem pendid
ikan saat ini adalah
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
pembelajaran lebih difokuskan kepada siswa atau
student center
sedangkan guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran.
Dalam hal ini, siswa dit
untut lebih aktif dalam pembelajaran
s
ehingga siswa dapat mengembangkan potensinya
secara optimal
. Karena pendidikan tidak
hanya digunakan untuk mempersiapkan siswa
dalam
memperoleh profesi atau jabatan tetapi
juga untuk
dapat
menyelesaikan masalah dalam ke
hidupan sehari
-
hari.
Seperti halnya dalam
pembelajaran sosiologi, proses pembelajarannya haruslah melibatkan proses mental siswa
secara maksimal, bukan hanya
menuntut siswa sekedar mendengar
, mencatat, akan tetapi
juga
menghendaki aktivitas siswa dalam pro
ses berfikir. Karena pembelajaran sosiologi
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
pemahaman
terhadap
fenomena
sosial
pada
ke
hidupan sehari
-
hari.
Selain itu, m
ateri pelajaran
sosiologi
juga
mencakup konsep
-
konsep dasar, pendekatan, metode, dan teknik
analisis dalam pengkajian
terhadap
berbagai
fenomena dan permasalahan yang ditemui dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Sehubungan dengan kompleksnya
mata pelajaran
sosiologi sebagaimana disebutkan
di atas maka sosiologi harus dipelajari atau diperoleh mel
alui proses belajar ya
ng berlangsung
secara kondusif
sehingga
siswa mampu mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dalam
me
lihat
fenomena
sosial yang terjadi pada
kehidupan sehari
-
hari
berdasarkan sudut pandang
sosiologi
.
Untuk mengetahui apakah siswa ters
ebut telah menguasai materi pembelajaran
yang telah diajarkan adalah dengan meningkatnya hasil belajar siswa.
Akan tetapi, fakta
dilapangan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran sosiologi masih
rendah.
Permasalahan hasil belajar siswa p
ada mata pelajaran sosiologi masih rendah juga
terjadi pada siswa kelas
XI IPS 1 SMA Batik 1 Surakarta. Berdasarkan
hasil observasi yang
telah dilakukan
oleh peneliti sejak
bulan Desember
2012
,
diketahui bahwa
terdapat beberapa
permasalahan
di dalam kelas
XI IPS 1 SMA Batik 1 Surakarta yang mengakibatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajara
n sosiologi masih rendah adalah
1)
S
iswa
-
siswi pada kelas
tersebut masih bergaul secara berkelompok
-
kelompok sehingga belum bisa menyatu antara
kelompok a
nak yang satu
dengan yang lain; 2)
G
uru lebih sering menggunakan metode
konvensional yang lebih mementingkan hasil daripada proses pembelajaran sehingga
pembelajaran terkesan monoton; 3)
Siswa juga sulit dalam memahami materi pembelajaran
sosiologi karena mereka hanya d
ijelaskan sesuai yang ada pada buku pelajaran dan contoh
yang diberikan sebagian besar juga sama
seperti yang ada pada buku; 4)
K
eaktifan siswa
dalam
pembelajaran
juga kurang; 5)
Selain itu, dalam satu semester gasal ini, tercatat 5 (lima)
siswa
kelas XI I
PS 1
yang mendapat Bimbingan Konseling (BK) mengenai p
restasi
belajarnya yang menurun; 6)
Kemudian sebagian siswa
yaitu
57.14%
atau 20
siswa kelas XI
IPS 1 yang mengalami remidi
atau tidak mencapai KKM
pada
mata pelajaran sosiologi saat
ulangan mid semeste
r g
asal
, dimana KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada mata
pelajaran sosiologi di SMA Batik 1 Surakarta adalah 75

.

PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA

 PENERAPAN EMANCIPATORY QUESTION HABERMAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SEJARAH SISWA   

Kami Membantu Anda Menyusun PTK Lengkap dan Murah dengan Harga 300ribu/PTK, Ambil 2/3 PTK Akan Mendapat Harga Lebih Murah.
Hub Kami di 081222940294
WA : 081222940294
BBM: 5AA33306 
Untuk Melihat Katalog Judul PTK IPS Yang Kami Sediakan Silahkan klik Disini

 

PEDAHULUAN
Pembelajaran sejarah di kelas XI IPS  SMA Bina Bangsa Palembang dapat dideskripsikan diantaranya adalah siswa lebih banyak mengetahui fakta peristiwa sejarah dan  beberapa siswa tidak mampu mengingat materi sejarah pada pertemuan sebelumnya. Keadaan tersebut terjadi karena guru sejarah mendominasi panggung kelas sedangkan siswa bagai penonton seperti dalam suatu pertunjukan drama. Kondisi yang terjadi di kelas XI IPS  SMA Bina Bangsa tersebut seperti pemberitaan yang pernah dimuat dalam Kompas (29 Mei 2009) bahwa sejarah adalah trade mark mata pelajaran hafalan, yang dari tahun ke tahun tidak berubah dengan sistem dan metode pelajaran yang telah ditentukan dalam kurikulum. Selanjutnya diperkuat pula oleh pendapat Parrington dalam bukunya The Idea of an Historical Education (1980) yang menyatakan bahwa pengajaran sejarah sangat didominasi oleh pengajaran hafalan dengan terlalu menekankan “Chalk and Talk” (kapur dan bicara) (Damanik, 2010).
Pendidikan sejarah memang akrab dengan penyaampaian fakta-fakta sejarah. Hubungan antara fakta dan sejarah dikemukakan oleh Cohen dan Marc Depaepe (1996: 303) bahwa the fact that the history of education has finally succeeded in understanding it self as history. Penyampaian fakta dalam pembelajaran sejarah tidak bisa dihindari  yang  kemudian didominasi dengan penggunaan metode ceramah. Hal ini tentu saja tidak dapat dipungkiri karena untuk  menganalisis suatu peristiwa sejarah maka dibutuhkan pengetahuan mengenai fakta-fakta terkait peristiwa sejarah tersebut. Namun disatu sisi keadaan ini mengakibatkan pembelajaran bersifat teacher centered atau boring learning (pembelajaran yang membosankan).
Dominasi pembelajaran dengan fakta-fakta sejarah dikritik pula oleh Stopsky dan Sharon Lee (dalam Supriatna E, 2006: 59) yaitu pendidikan sejarah sebagai mata pelajaran berisi fakta, nama dan peristiwa masa lalu; mata pelajaran yang membosankan; tidak ada kontribusi dalam masyarakat karena hanya membicarakan masa lalu; pembelajaran hanya bersumber pada buku teks; guru tidak dapat membelajarkan keterampilan berpikir dan guru IPS cenderung berasumsi bahwa tugas mereka adalah memindahkan pengetahuan dan keterampilan yang pada ada pada dirinya ke kepala siswa secara utuh (transfer knowledge to the brain of the student).
Permasalahan lain dalam pembelajaran di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang adalah bentuk pertanyaan yang diajukan oleh guru sejarah kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang kepada siswa kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang kurang mengeksplorasi pemahaman siswa mengenai materi pelajaran. Pun sama halnya dengan siswa yang mengajukan pertanyaan sederhana seputar fakta peristiwa sejarah saja. Bukan hanya itu, dibeberapa pertemuan pembelajaran pendidikan sejarah, siswa jarang sekali bertanya walaupun guru sejarah telah memberikan kesempatan untuk bertanya. Kondisi tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Ratna Hapsari, Ketua Umum Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI), di sela workshop "Membangun Kesadaran Sejarah untuk Kebenaran dan Keadilan" di Jakarta pada hari Jumat (29/5) (Kompas, 29 Mei 2009) bahwa para siswa dibuat sibuk menghafal tanpa memperoleh esensi sejarah itu sendiri.
Pembelajaran sejarah yang hanya diisi dengan kegiatan menghafal tahun dan peristiwa hanya akan memperkuat image pendidikan sejarah sebagai sebuah subjek yang tidak mengasyikkan dan tidak bermakna, padahal jika dikelola dengan baik pembelajaran sejarah yang sarat akan nilai dan cerita-cerita inspiratif dapat menjadi sarana hiburan edukatif bagi siswa setelah menjalani subjek-subjek lain yang cenderung menguras tenaga dan pikiran siswa seperti subjek yang penuh dengan hitung-hitungan rumit.
Permasalahan yang terjadi di kelas XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang tidak dapat dibiarkan berlangsung terus menerus karena dapat mengabaikan kesadaran sejarah siswa. Guru, terutama guru sejarah, sebagai agent of change harus memiliki kemampuan lebih dalam mengelola proses pembelajaran. Penyampaian fakta terutama dalam pembelajaran sejarah tentu saja perlu namun hal penting yang juga harus diaplikasikan adalah bagaimana penyampaian fakta yang dilakukan oleh guru sejarah tidak seputar pengetahuan fakta sejarah saja namun juga mewujudkan potensi sejarah dalam hubungannya dengan kesadaran sejarah siswa.
Mengacu pada ungkapan seorang sejarawan Inggris, Collingwood dalam bukunya The Idea of History (1973: 10) terkenal dengan pernyataan beliau yaitu:
“... knowing your self means knowing that you can do; and since nobody knows what he can do until he tries, the only clue to what man can do is what man has done. The value of history, the, is that it theachs us what man has done and then what man is...”

Ungkapan Collingwood tersebut mengandung makna bahwa mengenal diri sendiri berarti tahu apa yang dapat kita lakukan. Tidak seorang pun tahu apa yang dapat dilakukan sebelum mencoba. Satu-satunya kunci untuk tahu apa yang bisa kita lakukan adalah dari apa yang telah kita lakukan dan nilai dari sejarah adalah mengajarkan kita mengenai apa yang telah dilakukan.
Sejarah lebih dari sekedar mempersoalkan masa lalu yaitu menanyakan bagaimana masa lalu sebagai cerminan bagi masa depan manusia dalam upaya menanamkan kesadaran dan empati kesejarahan dalam konteks kekinian yang semakin mengglobal (Farisi, 2003: 76). G. Moedjanto (dalam Atmadi dan Setianingsih, 2000: 44) menambahkan bahwa ada beberapa alasan perlunya belajar sejarah yaitu adanya keinginan manusia untuk tahu masa lalu peradaban mereka, dorongan eksistensi yaitu adanya amnesia untuk menanyakan tentang asal-usulnya dan adanya dorongan legitimasi karena ingin memperoleh kedudukannya. Pada dasarnya inti dari ketiga alasan yang dikemukakan tersebut adalah mengenai identitias.
Pendidikan Sejarah selain mempelajari kehidupan atau peristiwa-peritiwa penting dimasa lampau dalam setiap sendi kehidupan dalam masyarakat dan kumpulan pengetahuan mengenai fakta sejarah, dalam rangka pembangunan bangsa pembelajaran sejarah bertujuan membangkitkan kesadaran sejarah siswa sehingga menciptakan kesadaran nasional yang pada gilirannya memperkuat solidaritas nasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelajaran sejarah nasional sangat strategis bagi pembentukan kesadaran sejarah. Tanpa sejarah manusia tidak akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuensi dari apa yang dilakukan dalam realitas kehidupannya pada masa kini dan masa yang akan datang dalam sebuah kesadaran historis (Aman, 2012: 229- 230).
Berdasarkan hal-hal tersebut pendidikan sejarah memegang peranan penting dalam mengembangkan kesadaran sejarah siswa seperti yang dikemukakan oleh Ismaun yaitu tujuan ideal pendidikan dan pengajaran sejarah adalah agar siswa mampu memahami sejarah dalam arti memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang peristiwa, memiliki kemampuan berfikir krtitis, mengkaji informasi serta mengkaji setiap perubahan yang terjadi dilingkungan sekitarnya; memiliki kesadaran sejarah dalam arti memiliki kesadaran akan pentingnya waktu untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, kesadaran akan terjadi perubahan secara terus menerus kemampuan mengindentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah dan memiliki wawasan sejarah yang bermara pada kearifan sejarah.
Kesadaran sejarah dimulai dari pengetahuan mengenai peristiwa sejarah atau fakta-fakta sejarah lalu diikuti dengan kausalitas peristiwa sejarah tersebut. Tidak hanya cukup sampai disitu, kesadaran sejarah menimbulkan sikap kearifan yang tinggi dimana kita semakin bijaksana untuk menyikapi kehidupan sehingga yang terpenting adalah bagaimana belajar dari sejarah bukan bagaimana belajar sejarah. Uraian tersebut sejalan dengan ungkapan yang telah ditulis pada paragraph diatas bahwa sejarah merupakan guru kehidupan, historia magistra vitae. Untuk mencapai pada pemahaman historia magistra vitae maka diperlukan kesadaran sejarah yang dapat dicapai dalam pembelajaran sejarah. Tanpa adanya kesadaran mengenai masa lampau dan realitas yang ada didalamnya, masyarakat akan menjadi pasif bagi masa lampau mereka (Stearn, Seixas & Wineburg, 2000: 59).
Melalui pendidikan sejarah, kesadaran sejarah berupa pemahaman mengenai kontinuitas dan perubahan yang berdaya guna untuk menyelesaikan permasalahan saat ini dan mempersiapkan masa depan sehingga dapat memberikan rasa optimis terhadap penyelesaian masalah bangsa (Wiriaatmadja, 2002: x-xi). Bahkan jauh sebelum para ahli tersebut, Rais (2008: 3) menuliskan bahwa Baginda Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wassalam telah menyampaikan pentingnya kesadaran sejarah:
Barang siapa memiliki masa sekarang yang lebih bagus dari masa lalunya ia tergolong orang yang beruntung; bila masa sekarangnya sama dengan masa lalunya ia termasuk orang yang merugi; bila masa sekarangnya lebih buruk dari masa lampaunya ia tergolong orang yang bangkrut”.

Melalui pembelajaran sejarah di sekolah, siswa tidak hanya disiapkan untuk mengetahui fakta-fakta sejarah namun juga untuk mengembangkan kesadaran sejarah. Kesadaran sejarah sangat esensial bagi pembentukan kepribadian dan sebaliknya. Implikasi hal tersebut bagi national building adalah sejarah dan pendidikan memiliki hubungan yang erat dalam proses pembentukan kesadaran sejarah. Dalam rangka national building pembentukan solidaritas, inspirasi dan aspirasi memiliki peranan penting untuk system-maintenance negara dan memperkuat orientasi atau tujuan negara tersebut. Tanpa kesadaran sejarah kedua fungsi tersebut sulit untuk dipacu atau dengan kata lain semangat nasionalisme tidak dapat ditumbuhan tanpa kesadaran sejarah (Kartodirdjo, 1993: 53).
Salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah dengan mengembangkan pertanyaan yang lebih dari sekedar what, when, where, why dan how tapi juga pertanyaan yang dapat menimbulkan dan mendukung pengembangan kesadaran sejarah siswa melalui konsep siswa sebagai pelaku sejarah dijamannya diantaranya adalah Emancipatory Question Habermas. Questions atau questioning (bertanya atau tanya jawab) merupakan kegiatan untuk mendorong atau membimbing siswa dan menilai kemampuan kognitif siswa.
Adapun pemilihan pembelajaran Emancipatory Question Habermassebagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran sejarah dan memperbaiki kualitas pembelajaran adalah karena: pertama, teknik bertanya Emancipatory Question Habermas menempatkan siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya. Dalam hal ini kegiatan bertanya dilakukan oleh guru dan siswa dengan menggunakan teknik bertanya Emancipatory Question Habermas; kedua, teknik bertanya Emancipatory Question Habermas, merupakan strategi atau metode utama dalam pendekatan konstruktivistik untuk mengukur sejauh mana kesadaran sejarah siswa. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) manusia yang memberikan peluang pada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Selain itu pula pendekatan konstruktivistik memungkinkan siswa untuk melakukan dialog dan menggali informasi atau pengetahuan berdasarkan materi-materi atau peristiwa-peristiwa sejarah sehingga siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan saja namun juga dengan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa dapat meningkatkan kesadaran sejarah siswa.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil rumusan masalah Penerapan Emancipatory Question Habermas Untuk Meningkatkan Kesadaran Sejarah Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran Sejarah Di Kelas  XI IPS SMA Bina Bangsa Palembang).

Contoh Penelitian Tindakan Kelas(PTK)

Contoh Penelitian Tindakan Kelas(PTK)  

KAMI MEMBANTU ANDA MENYUSUN PTK/PTS LENGKAP, MURAH

 
  HUBUNGI KAMI DI 081222940294
 
 Untuk Melihat Detail Harga dan Katalog Judul PTK IPS Yang Kami Sediakan Silahkan klik Disini


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang sejarah, sejalan dengan hal tersebut GBHN 1988 dinyatakan peranan pendidikan nasional yang kaitannya dengan sejarah yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras. Selain itu yang perlu digaris bawahi adalah bahwa pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan (patriotisme).
Dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional setiap 10 tahun sekali selalu dilakukan penyempurnaan atau revisi kurikulum seperti tahun 1975, 1984, 1994, suplemen 1999, 2004 (berbasis kompetensi) dan saat ini menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP 2006) dimana didalamnya terdapat perubahan materi dalam pembelajaran sejarah
Suatu pernyataan yang sangat fenomenal dari Presiden Sukarno bahwa ”bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarah perjuangan bangsanya”. Ungkapan yang begitu bijaksana apabila dikaji secara mendalam mengandung pengertian Verstehen dan Erleben ( Kartodirjo, 1993) yaitu menyelami dalam membuka tabir kebenaran masa silam. Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu bangsa dengan sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai dengan jiwa jaman tersebut.

1

Barangkali sejak kita berada di bangku SD pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang membosankan, pada masa itu kita akan bertanya, mengapa kita belajar sejarah? Mengapa kita harus mempelajari masa lalu? Bahkan sampai pernyataan ekstrim yaitu apa gunanya kita belajar sejarah? masa lampau yang sudah lewat tidak perlu diteliti atau dipelajari.
Perlu diuraikan kendala-kendala umum dalam pembelajaran sejarah yaitu; (1) doktrin patent pembelajaran sejarah sejak kita di bangku SD sampai dengan SMA tidak terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where, who dan how) (2) materi masa lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di dunia (3) metode pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah (4) ketidakseimbangan jumlah jam tatap muka dengan materi yang ada (5) kurikulum yang selalu berubah-ubah (6) siswa kurang berminat membaca cerita sejarah (7) tidak memadainya sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis (8) sejarah adalah ilmu sosial selalu dipandang sebelah mata sebagai mata pelajaran kelas dua setelah eksakta
Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran sejarah dalam hal ini siswa SMA PL St. Yohanes salah satunya dilatarbelakangi oleh faktor kurang kreatifnya guru, juga tidak tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Dari data evaluasi hasil ulangan semester dan ujian blok semester I pada mata pelajaran sejarah standar ketuntasan adalah 70 kelas X, kurang lebih 27.5% tidak tuntas ( Σ : 220 siswa ), kelas XI  30.5 % tidak tuntas ( Σ : 230 siswa ) kelas XII 36.2% tuntas ( Σ : 223 siswa ) ini berdampak pada kontinuitas kualitas belajar siswa di SMA PL St. Yohanes
Kurikulum terbaru 2006 memberikan strategi  kepada pengajar bagaimana supaya siswa lebih giat memacu dirinya lebih kreatif dan inovatif, begitu pula pendekatan yang dilakukan dalam  strategi belajar mengajar sehingga  hasil belajar siswa ranah kognitif, dan afektif dapat sesuai dengan kompetensi yang diharapkan.
Dalam pengajaran sejarah siswa harus dapat membangun pemikiran yang kritis analisis dari interpretasi kebenaran fakta dan data secara benar baik pada ranah kognitif, maupun afektif ( Hariyono, 1998)
2
 Pada masa berlakunya kurikulum tahun 1984-an  yang pada waktu itu menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nugroho Notosusanto pernah dicoba mata pelajaran baru cabang sejarah yang lebih menekankan aspek kognitif dan afektif yaitu PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) namun dihapus pada suplemen kurikulum 1994. Sebagian orang mengatakan pembelajaran sejarah cenderung hanya ingatan, dan hafalan,  guru selalu mengidolakan metode ceramah sebab bercerita lebih tepat untuk kajian masa lalu.  Pada prinsipnya guru-guru sejarah kesulitan menentukan formula (teknik, metode, dan pendekatan) yang sesuai untuk materi tertentu.
Secara umum dimanapun pembelajaran sejarah hanya bersumber pada buku paket untuk dibaca atau LKS untuk dikerjakan secara naratif tanpa diberikan bukti konkrit visual berupa gambar, foto, dan peta. Sehingga pemahaman sejarah hanya sebatas ingatan tanpa bisa menyelami peristiwanya; sebagai contoh pada tahun 1944 Jepang melakukan praktek romusya terhadap rakyat Indonesia, siswa hanya memahami bahwa romusya adalah kerja paksa tetapi tidak mengetahui bentuk  kerja paksa yang bagaimana?, seperti apa paksaan itu? Pemahaman ini menjadi bias jika tidak ada visualisasi, siswa hanya menjadi imajiner-founding (Notosusanto, 1985).
Keadaan di atas akan membawa dampak yang tidak menguntungkan dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah dan semestinya dicarikan pemecahan alternatif yang paling efektif dan efisien atau solusi sebagai pelaksanaan perbaikan metode atau pendekatan pembelajaran beserta teknik dan bentuk yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Dalam rangka peningkatan hasil belajar sejarah dengan pendekatan pembelajaran efektif, efisien dan terpadu disesuaikan dengan proses dan kemampuan siswa diantaranya dengan mengadopsi model Picture to Picture dan Examples on Examples namun peneliti mencoba untuk menampilkan model pembelajaran dengan gaya Pictures and Student Active (PaSA) On Board Stories and Pictures Stories.

PTK IPS SMA

PTK IPS SMA   

KAMI MEMBANTU ANDA MENYUSUN PTK/PTS LENGKAP, MURAH

 
  HUBUNGI KAMI DI 081222940294
 
 Untuk Melihat Detail Harga dan Katalog Judul PTK IPS Yang Kami Sediakan Silahkan klik Disini
  


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masa tumbuh kembang pada siswa merupakan masa penting dalam membentuk kepribadian siswa tersebut, maka dari itu pendidikan merupakan suatu bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terciptanya kepribadian yang utama, pendidikan juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang bertujuan untuk membentuk kedewasaan anak dan mengetahui sifat dasar yang ada pada diri anak atau manusia, sifat dasar yang ada pada manusia terdiri atas tiga komponen yang harus di bangun untuk membentuk kepribadian pada diri manusia yaitu Ruh, Jasmani dan Akal.
Tujuan pendidikan nasional sendiri secara makro bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Agar tujuan pendidikan bisa tercapai, maka perubahan dalam sistem pendidikan harus dilakukan secara terencana dan menyeluruh, dan sistem pendidikan yang konvensional menuju sistem pendidikan yang berorientasi kompetensi. Sistem pendidikan yang hanya berbasis pada input dan proses dipandang kurang dinamis, kurang efisien, dan mengarah pada stagnasi pedagogik, sehingga mengakibatkan sistem pendidikan sulit beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan aspirasi serta kebutuhan masyarakat.
Sedangkan guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai mahkluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal. Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran.
Cara mengajar yang menggunakan teknik yang beraneka ragam disertai dengan pengertian yang mendalam dari pihak guru akan memperbesar minat siswa dan akan mempertinggi pula hasil belajarnya. Dengan mengajak, merangsang dan memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut serta menggunakan pendapat, belajar mengambil keputusan, bekerja dalam kelompok, membuat laporan dan lain-lain, akan membawa siswa pada suasana belajar yang sesungguhnya bukan pada suasana diajar saja. Berdasarkan dari semua itu, maka perlu dicari langkah-langkah penyelesaian agar siswa tidak merasa enggan dengan mata pelajaran tersebut.
Dari harapan dan kenyataan tersebut diatas penulis ingin mencoba untuk membahas dan meneliti melalui judul “Peningkatkan Prestasi Belajar Masalah Ekonomi Internasional Pada Mata Pelajaran Ekonomi Terhadap Siswa Kelas XII-IS Semester I Melalui Penerapan Metode Bervariasi”.

B. Identifikasi Masalah
Berikut masalah yang terlihat dari paparan latar belakang diatas:
1. Masa tumbuh kembang pada siswa merupakan masa penting dalam membentuk kepribadian siswa tersebut.
2. Tujuan pendidikan nasional sendiri secara makro bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang bersifat otonom
3. Agar tujuan pendidikan bisa tercapai, maka perubahan dalam sistem pendidikan harus dilakukan secara terencana dan menyeluruh, dan sistem pendidikan yang konvensional menuju sistem pendidikan yang berorientasi kompetensi.
4. Penerapan metode yang bervaraiasi untuk meningkatkan prestasi belajar Ekonomi pada siswa kelas XII-Ilmu Sosial.

C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah sebagaimana disebutkan diatas timbullah permasalahan yang jika dirumuskan berkisar pada pertanyaan sebagai berikut : “Adakah Peningkatan Prestasi Belajar Ekonomi Pokok Bahasan Masalah Ekonomi Internasional Melalui Penerapan Metode Bervariasi Pada Siswa Kelas XII-Ilmu Sosial Semester I”.

D. Batasan Masalah Penelitian
Penelitian ini di batasi hanya pada
1. Kelas XII-IS.1 semester I yang berjumlah 31 siswa
2. Pokok bahasan Masalah ekonomi internasional
3. Meningkatkan prestasi dan minat serta pemahaman siswa terhadap pokok bahasan yang di sajikan.
4. Karena dilaksanakan dengan biaya mandiri penelitian dilakukan selama 2 bulan

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan ini adalah :
1. Memberikan gambaran tentang penerapan metode bervariasi yang tepat untuk menjadikan siswa lebih tertarik dan aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar.
2. Untuk mengetahui peranan pengajaran metode bervariasi terhadap pemahaman peserta didik pada pokok bahasan mata pelajaran Ekonomi.
3. Untuk mengetahui apakah pengajaran dengan penerapan metode bervariasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi pokok bahasan masalah ekonomi internasional.

F. Manfaat Penelitian
Hasil dan pelaksanaan classroom action research yang dilakukan ini akan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan maupun instansi di bawah ini :
1. Bagi guru : Dengan dilaksanakannya penelitian tindakan ini, guru dapat lebih terampil menggunakan pembelajaran bervariasi, guru akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang tentu sangat bermanfaat bagi perbaikan proses belajar mengajar.
2. Bagi siswa : Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi siswa yang bermasalah di kelas ini agar berusaha meningkatkan aktivitas belajaranya sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.
3. Bagi sekolah : Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang banyak dalam rangka memperbaiki pembelajaran didalam kelas, peningkatan kualitas sekolah dan bermanfaat bagi sekolah-sekolah lain.
4. Bagi kurikulum : Hasil penelitian ini akan memberikan masukan bahwa dengan memberikan pembelajaran bervariasi dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bertanya, sehingga dapat mengembangkan kurikulum dalam menggunakan metode pengajaran.

PTK IPS SMA

PTK IPS SMA    

KAMI MEMBANTU ANDA MENYUSUN PTK/PTS LENGKAP, MURAH

 
  HUBUNGI KAMI DI 081222940294
 
 Untuk Melihat Detail Harga dan Katalog Judul PTK IPS Yang Kami Sediakan Silahkan klik Disini
 

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu interaksi manusia antara pendidik atau guru dengan anak didik atau siswa yang dapat menunjang pengembangan manusia seutuhnya yang berorientasi pada nilai-nilai dan pelestarian serta pengembangan kebudayaan yang berhubungan dengan usaha-usaha pengembangan manusia tersebut. Pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja terdidik. Disamping itu pendidikan dipandang mempunyai peranan penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan bangsa. Kualitas pendidikan dapat diketahui dari dua hal, yaitu : kualitas proses dan produk (Sudjana, 2004:35). Pendidikan dikatakan berkualitas apabila terjadi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan efisien dengan melibatkan semua komponen-komponen pendidikan, seperti mencakup tujuan pengajaran, guru dan peserta didik, bahan pelajaran, strategi atau  metode belajar mengajar, alat dan sumber pelajaran serta evaluasi (Sugito, 1994:3). Komponen- komponen tersebut dilibatkan secara langsung tanpa menonjolkan salah satu komponen saja, akan tetapi komponen tersebut diberdayakan secara bersama-sama.
Namun,  untuk menciptakan pendidikan  yang efektif sangat sulit. Salah satu masalah yang mendasar dalam dunia pendidikan adalah bagaimana usaha untuk meningkatkan proses belajar mengajar sehingga memperoleh hasil yang efektif dan efisien, tidak terkecuali pada pelajaran sejarah. Ada yang menyatakan bahwa memberikan pelajaran sejarah merupakan sesuatu yang tidak masuk akal atau tidak mungkin sama sekali, karena pelajaran sejarah bukan sebagai dasar ilmu pengetahuan, bahkan sangat mengaburkan konsep dan prinsip sejarah. Padahal bangsa manapun di dunia, tidak pernah ada suatu bangsa yang melupakan sejarah bangsanya, asal-usul dan perjuangan mereka untuk hidup dan merdeka, karena sejarah merupakan satu bagian dari kelompok ilmu yang berdiri sendiri. Tujuan yang luhur dari sejarah adalah menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air bangsa dan negara, serta pengajaran sejarah merupakan sumber inspirasi terhadap hubungan antarbangsa dan negara, sehingga anak memahami bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat negara di dunia.(Kasmadi,1996:13).
 Dalam proses pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 misalnya, diketahui  minat siswa dalam belajar sejarah justru sangat rendah dan lebih banyak membuat siswa menjadi bosan. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa selama KBM, siswa banyak yang bercerita sendiri dengan temanya dan ada siswa yang mengerjakan tugas mata pelajaran lain sewktu gurunya menerangkan. Penyediaan buku-buku pelajaran sejarah yang selama ini ternyata kurang efektif, karena lebih bersifat memberikan materi instan tentang fakta sejarah kepada para siswa daripada memberikan daya kreatif siswa untuk memahami sebuah peristiwa sejarah. Penulis buku tidak memberikan ruang berfikir kepada siswa tentang bagaimana sebuah fakta sejarah muncul, dan narasi sejarah disajikan. Akibatnya siswa tidak dapat terlarut dalam sebuah narasi sejarah, sehingga siswa bosan membaca teks sejarah di sekolah. Siswa juga jarang untuk diajak berdialog tentang bagaimana sebuah karya sejarah dalam periode tertentu muncul. Untuk itu, pengajaran sejarah yang hendak mewujudkan inti dan tujuanya maka perlu di buat menarik. Pengembangan daya tarik pelajaran sejarah terutama pada pendidik sejarah, sebab di tangan pendidik sejarah akan tampak jiwa sejarah itu. Apakah pendidikan sejarah akan membosankan, menjenuhkan atau tidak menarik, pelajaran sejarah bersifat menghafalkan, juga sangat di tentukan oleh pendidik sejarah (Latief,2006:100).
Dalam menerapkan model pembelajaran seharusnya melihat dari karakter siswa yang di ajar dan tidak hanya satu metode pembelajaran yang di pakai, bisa di ganti sesuai materi yang akan di ajarkan, hal ini agar siswa yang di ajar tidak bosan dengan model pembelajaran yang di terapkan oleh guru. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus terus-menerus dilakukan pembaharuan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal ini lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Selama KBM guru perlu memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Agar siswa mampu belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa mampu mempelajari fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum mampu menerapkannya secara efektif dalam pemecahan.
Di era sekarang ini diperlukan pengetahuan dan keanekaragaman keterampilan agar siswa mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan. Dari banyaknya model pembelajaran yang bisa di katakan menarik adalah model pembelajaran bentuk sosiodrama atau role playing, karena sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang bisa di simulasikan atau di gambarkan. Hal ini juga di dukung dengan kebanyakan para siswa kelas XI IPS 1 yang berkeinginan menunjukan kemampuan dan bakatnya dalam bermain peran. Metode sosiodrama ialah cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memainkan peran tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat (Djamarah, 2005:238).
Beberapa sarjana yaitu Gilliom, Joyce, dan Well (Supriatna et al. 2005:141) memasukkan sosiodrama sebagai bagian dari bermain peran. Namun antara sosiodrama dan bermain peran terdapat perbedaan, perbedaan yang paling mencolok ialah dimana bermain peran lebih luas ruang lingkupnya sedangkan sosiodrama hanya membatasi pada permasalahan yang berkenaan dengan aspek sosial. Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk memberikan solusi bagaiamana upaya meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran sejarah. Untuk itu penulis menggambil judul “UPAYA MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA KELAS XI IPS 1 TERHADAP PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA DI SMA N 1 BELIK”.

PTK IPS SMA

PTK IPS SMA  

KAMI MEMBANTU ANDA MENYUSUN PTK/PTS LENGKAP, MURAH

 
  HUBUNGI KAMI DI 081222940294
 
 Untuk Melihat Detail Harga dan Katalog Judul PTK IPS Yang Kami Sediakan Silahkan klik Disini
  

BAB  I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seorang guru yang profesional dituntut untuk memiliki berbagai  kompetensi, seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa guru sebagai penggagas perubahan di tengah masyarakat, dituntut untuk menguasai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Oleh karena itu seorang guru harus berusaha memikul tanggung jawab besar terhadap pembelajaran khususnya kepada peserta didik demi meningkatkan pengetahuan dan hasil pengalaman belajarnya. Sebagai agen pembelajaran guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar dan  pendidik saja, tetapi harus pula memiliki kemampuan dalam memilih metode pembelajaran  yang paling akomodatif dan kondusif  untuk siswa , sehingga siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara efektif dan efisien.

Namun dalam kenyataannya guru seringkali mendapat kendala bagaimana memilih dan menggunakan metode dalam pembelajaran, metode dan strategi yang bagaimana yang  paling tepat untuk membahas satu materi pembelajaran, atau metode apakah yang paling diminati oleh sebagian besar siswa, sehingga tercipta pembelajaran yang “PAIKEM GEMBROT” yaitu pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, edukatif, menyenangkan, gembira dan berbobot.
Penulis sebagai guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sering kali menghadapi berbagai kendala dalam menyampaikan materi pembelajaran, khususnya dalam memilih metode, apalagi mata pelajaran IPS di SMP merupakan mata pelajaran non eksakta yang disampaikan secara terpadu  terdiri dari materi Sejarah, Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi yang dianggap materi pelajaran hapalan yang membosankan. Kekomplekan materi ini membutuhkan ekstra kerja keras agar pembelajaran tidak  membosankan.
Pembelajaran yang membosankan ini tentu akan terus berlangsung apabila para guru khususnya guru IPS hanya menggunakan metode yang konvensional saja, tidak melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajarannya. Apalagi kenyataan yang penulis hadapi saat ini minat siswa khususnya siswa kelas 9A terhadap mata pelajaran IPS masih kurang yang menyebabkan hasil belajarnyapun kurang memuaskan yaitu sekitar 67,57 % siswa belum mencapai KKM (Kriteri Ketuntasan Minimal). Hasil belajar siswa kelas 8A ini sangat rendah dibandingkan dengan hasil belajar kelas-kelas yang lainnya dan jauh dari target pencapaian KKM yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan pada kenyataan tersebut, penulis menganggap sangat perlu  melakukan penelitian berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan mencoba menggunakan metode pembelajaran koperatif atau Cooperative Learning yang sedang gencar disosialisasikan sebagai alternatif dan berharap dengan metode ini bisa meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu metode yang akan dicoba adalah Model pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw.
Berdasarkan hal itu maka itu penulis menuliskan judul dalam Penelitian ini adalah : Penggunaan Metode Cooperative Learning Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas 8A Pada Mata Pelajaran IPS Di SMP Negeri 1 Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat.
Kelas yang akan dijadikan sasaran penelitian adalah kelas 9A, karena kelas ini  memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelas yang lainnya, yaitu :
1)   Siswa kelas 8A banyak bicara, sering gaduh, tidak mau diam dan   mayoritas laki-laki, yaitu terdiri dari siswa laki-laki 29 orang, siswa perempuan 8 orang.
2)   Minat dan aktivitas belajar siswa kelas  9A masih kurang dalam Mata Pelajaran IPS.
3)   Masih rendahnya hasil belajar siswa kelas 9A dalam Mata Pelajaran IPS.
B.    Rumusan Masalah
Dalam  penelitian  ini  yang  menjadi  masalah utama adalah    masih rendahnya  hasil  belajar  siswa  kelas  9A  pada  mata  pelajaran  IPS  di SMPN I  Cipeundeuy  Kabupaten Bandung
Barat.  Masalah tersebut dapat dirumuskan  sebagai  berikut :  Apakah penggunaan metode cooperative learning tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas  9A dalam mata pelajaran IPS di SMPN 1 Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat ?
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas  9A dalam mata pelajaran IPS  dengan menggunakan metode cooperative learning tipe jigsaw di SMPN 1 Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat.
D.    Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1)   Bagi siswa dapat  dijadikan sebagai pengalaman belajar dan dapat  meningkatkan minat siswa untuk mempelajari materi pelajaran IPS berikutnya sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
2)   Bagi penulis merupakan alat untuk mengembangkan diri sebagai guru yang profesional.
3)   Bagi rekan guru IPS khususnya dan guru lainnya dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw sebagai alternatif  dan menambah variasi dalam melaksanakan pembelajaran.
4)   Bagi Sekolah dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan.

PTK IPS SMA

PTK IPS SMA   

ANDA PNS YANG MAU NAIK PANGKAT DAN MEMBUTUHKAN PTK? KAMI SIAP MEMBANTU ANDA MENYUSUN PTK/PTS LENGKAP, MURAH DAN TERPERCAYA



  HUBUNGI KAMI DI 081222940294   



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Paradigma pembelajarn IPS selama ini masih menekankan “proses pengajaran oleh guru “( teacher teching) bukannya “proses pembelajaran oleh murid” (student learning) .Guru mengajar dengan metode yang telah ditentukan , terlepas cocok atau tidaknya metode tersebut dengan materi yang harus disampaikan di depan peserta didik.Hal ini menyebabkan proses belajar menjadi statis dan beku serta menimbulkan efek destruktif pada keingintahuan, kepercayaan diri, kreatifitas , kebebasan berfikir dan self-respeck di kalangan peserta didik. Hal ini menyebabkan pembelajaran IPS terkesan membosankan serta malas untuk mempelajarinya,terlebih di SMK kelompok Teknologi dan Industri.
Kondisi diatas tentu bertentangan dengan PP No. 19 tahun 2005 pasal 19 ayat 1 tentang standart proses yakni ’ Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik
Sehubungan dengan hal diatas, perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, dalam suasana yang interaktif,inspiratif , menyenangkan dan menantang . Diantaranya adalah berpusat pada siswa (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa.
Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa. Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan peciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS. Dalam hal ini penulis memilih model Peer Group Learning .
Pembelajaran dalam peer group learning , dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan dalam kelompok belajarnya, sehingga siswa akan terus termotivasi untuk berinteraksi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar (KBM)..
Berdasarkan uraian diatas maka Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, dirancang untuk mengkaji penerapan pembelajaran model “Peer Group Learning” dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dalam mata pelajaran IPS di SMK Negeri 2 Jember.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran model Peer Group Learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswadalam Mata Pelajaran IPS?
2. Bagaimana penerapan Peer Group Learning di kelas dalam mata pelajaran IPS?
3. Sejauh manakah pendekatan Peer Group Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa?